.jpg)
I
Ekonomi Dualistis
Pengelompokan minat antara kota dan desa dianggap sebagai obyek, desa harus menyediakan tenaga kasar, bahan-bahan baku, dan bahan makanan yang dibutuhkan oleh para warga kota; harus membeli hasil industri-industri manufaktur produksi mereka, dan dalam laju kebutuhan uang yang cepat, ia harus menyewakan atau menjual miliknya kepada mereka. Industri pedesaan berkembang sebagai buah hubungan baru antara kota dan desa. Para ahli pertanian meniru prinsip-prinsip industri perkotaan yaitu mekanisasi, standardisasi, konsentrasi, kapitalisasi.Kota telah menaklukkan desa yang menyerap konsepsi hidup baru.Kapitalisme Barat yang relatif modern, muda dan agresif.Terutama dibangun di kota-kota besar, menghadapi tradisi-tradisi prakapitalis yang tua dan arif berakar di desa-desa. Kelompok kota menganggap lawannya terbelakang, kolot, buta dan tidak dapat ditolong. Dan menganggap dirinya sebagai muda, berpengetahuan, penguasa teknik dan organisasi, serta menyerang pihak lain dengan semangat misionaris sejati. Massa pedesaan bereaksi terhadap serangan secara pasif: terluka serta rapuh, dan tidak dapat menolak dan membaurkan diri dengan pihak barat.
Aspek ekonomi dari pemilah social serta benturan antara dua prinsip hidup dinamakan perekonomian dualistis. Dualistis berarti dua sisi yaitu bersifat heterogen.dualisme ini berkuasa , keselarasan social serta kesatuan ekonomi tidak ada, tidak ada kedamaian internal yang sejati. Istilah ekonomi dualistis belum diterima dalam bahasa ilmiah. Istilah ekonomi timur atau oriental akan digunakan dalam tulisan ini, bukan istilah yang lebih tepat, yaitu ekonomi dualistis. Masalah-masalah yang timbul dari ekonomi dualistis dapat dikelompokkan di sekitar dua inti yaitu kepadatan penduduk dan hutang pedesaan. Adanya deskripsi dua kubu dimana masyarakat-masyarakat dualistis terbagi: kota oriental (oriental town) dan pedesaan oriental (oriental countryside).
Tahun 1890 yaitu pada awal remaja pertumbuhan kapitalistis Barat, Jepang dikunjungi oleh seorang inggris terkemuka bernama Sir Edwin Arnold. Kota-kota yang mungkin merupakan pusat dari desa sekitar, dalam lingkup luas atau sempit, akan tetapi dengan landasan produktif dalam perdagangan dan industri mereka kota-kota itu merupakan suatu gejala kapitalisme. Dalam periode prakapitalistis, rumah tangga desa secara ekonomis berdaulat. Sejauh kotamemiliki kehidupan ekonomi produktif sendiri, tidak terlampau erat dengan desa-desa yang mengelilinginya, cukup bebas terhadap mereka. Kota prakapitalis adalah unit konsumsi, disini pangeran tinggal dan mengkonsumsikan upeti yang mengalir dari desa.Kota merupakan antitesa dari desa.Desa dalam pengertian yang paling sempit ialah suatu masyarakat para petani yang mencukupi hidup sendiri (swasembada). Kota diberi batasan sebagai suatu kumpulan orang yang subsistensinya tergantung pada produktivitas pertanian orang lain. Satu-satunya minat para penguasa desa sekitar ialah berupa pengambilan upeti dalam bentuk barang-barang dan manusia; tidak tertarik pada pada orang-orang desa beserta rumah tangga mereka.Kota prakapitalistis ialah suatu pusat perdagangan internasional, menjual sebagian komoditi yang diterima sebagai upeti serta hasil-hasil produksi industri perkotaan, ditukar dengan komoditi asing. Unsure-unsur kekuasaan yang hanya meminta tanpa member, kedudukan tuan tanah sebagai konsumen murni yang menggunakan pangkatnya untuk menguasai sebagian besar hasil produksi para penyewanya.
Kota menghisap kaum tani secara parasitis,perbedaan kota dan desa bagaikan dua dunia yang bermusuhan. Hubungan keduanya adalah hubungan perekonomian dualistis, kota dan desa adalah antitesa. Masing-masing termasuk dalam lingkup social yang berlawanan serta memiliki kepentingan yang bertabrakan. Hubungan kota dan desa bahwa dalam hubungan feodal, kepentingan petani tidak dihiraukan. Petani kecil ialah taillable et corveable a merci, tidak punya apa-apa kecuali kewajiban dan didudukan di bawah. Merasa memiliki hak lebih bila diperkenankan makan nasi.Kota-kota bersifat seperti benteng dengan kepentinga utama tertuju keluar negeri.Tidak banyak industri berproduksi untuk ekspor yang menguntungkan. Industri ekspor kecil yang tersebar di pedalaman harus melawan persaingan dari indusrti-industri besar dan terpusat di kota-kota pelabuhan yang mendapat bahan baku murah serta lebih mudah dijangkau, dan kontak yang cepat dan ajeg dengan para eksportir.
II
Masyarakat Desa Prakapitalis
Werner Sombart dalam buku Modern Capitalism, bahwa para bangsawan memimpin kehidupan feudal tanpa mengerjakan pekerjaan ekonomi apapun, mereka adalah pemimpin perang dan pemburu.Orang-orang awam adalah rakyat dengan sedikit perbedaan kedudukan social, namun memiliki semangat kelompok yang kuat.Hidup diatur secara oragnis, tunduk serta menyesuaikan diri dengan penguasa alam yang mahakuasa.Landasan eksistensi prakapitalistis ialah hemat, ingat, dan istirahat. Gambaran yang diisi dengan perincian, misalnya tentang keterbatasan cakupan kebutuhan individu, karena penyerapan oleh masyarakat, mengakibatkan menundukan kegiatan ekonomi dibawah kegiatan social, candi jauh lebih penting dari pada rumah, prestige lebih diperhitungkan daripada kekayaan, kekuasaan lebih daripada keuntungan.
Keseimbangan yang dijaga dengan ketat bertumpu pada landasan masyarakat prakapitalistis yang stationer. Desa yaitu unit kemasyarakatan prakapitalistis, memiliki kemiripan yang menyolok dengan organism lain. Hokum yang terus menerus berlaku mensyaratkan bahwa: masyarakat desa berarti seluruh masyarakat prakapitalistis, bergantung pada penduduk yang tidak berubah (stasioner). Landasan komunal yang memegang yang memegang para anggota desa dan mengikat mereka ke tanah yaitu pertama memiliki watak keagamaan, kedua pembudidayaan tanaman tertentu hanya melayani kebutuhan produsen serta keluarganya.Ciri-ciri ini menandakan bahwa pertanian dalam desa adalahnuntuk swasembada semata.
Perbedaan antara sikap dianut terhadap milik produktif dengan terhadap untuk konsumsi adalah sangat pencolok.Betapa kecerdikan, ketekunan, keterampilan dan kesabaran dicurahkan untuk membuat hiasan-hiasan, senjata, pakaian, untuk upacara kenegaraan, rumah.Betapa telaten memelihara sapi kerapan, kuda, ayam aduan dan perkutut.tetapi terhadap modal sebagai faktor produksi dan sebagai pengganti tenaga kerja, sikap orang desa tidak bersahabat.
III
Masyarakat Desa dalam Perbenturan Dengan Kapitalisme
Sulit untuk melukis sebuah dunia yang sangat kecil seperti desa. Dibanyak daerah rata-rata terdiri dari dua puluh sampai lima puluh rumah tangga, di daerah lain mendekati seratus. Sebuah des dengan penghuni seribu seribu orang atau lebih, dalam bahaya terlampau padat dan kehilangan solidaritas komunalnya.Sebuah pemerintah dengan selera kebijakan barat, menganggap uni-unit kecil dan lemah ini kurang dapat dikelola.Jadi, untuk maksud-maksud administratif, kebijakan pembentukan unit-unit baru bisanya berupa mengabungkan sejumlah desa. Sebab, desa ialah masyarakat petani bergenerasi hidup bersama, tumbuh bersamaan dengan desa mereka.sedang wakil-wakil organisasi bercorakbarat, tetap seperti burung-burung yang melintas, orang-orang luar “orang asing”, orang kota.
Terkadang orang orang-orang luar ini bergerombol bersama di sebuah pojok kota, yang kemudian menampilkan ciri-ciri baru: sesuatu yang mirip gardu luar perkotaan. Di pojok ini kita menjumpai balai desa, sekolah, penggilingan beras, toko desa, bank desa, bangunan baru dari koperasi pertanian.Di sini tinggal lurah, guru-guru seolah, tukang-tukang kredit, penjahit serta para tukang modern.Disini adat istiadat desa yang kuno tidak diikuti, bentuk gotong royong tradisional tidak dilakkan, upacara-upacara serta perayaan desa tidak diacuhkan di sini orang menggunakan penanggalan barat untuk menentukan mingggu istirahat dan liburan mereka.disini perekonomian dilandaskan pada uang dan pertukaran.
Di Negara-negara ini, pemerintah tidak memiliki pemahaman atau tanggap rasa terhadap desa, kebijakan ekonomi mencampurinya, sekolah-sekolah mengeritik, para pejabat tidak mengacuhkannya.Lebih lanjut, para pegawai ini, para penguasa barat, merasa diri mereka asing dalam masyarakat desa, dan hal ini sering membawa akibat lanjut yang serius.Pemerintah barat melalui lembaga-lembaganya mengisolasikan perorangan, tua dan muda, dari masyarakat terdekat sampai kelarga dan desa. Pemrintah barat memaksakan padanya dalam segala bentuk organisai impor dari barat sampai organisasi-rganisasi dimana ia tidak merasa betah dan oleh karenanya ia hanya digunakan sebagai orang luar. Pemerintah barat melarang dan menghalangi adat istiadat kemasyarakatan serta keagamaannya.pemerintah barat secara eksklusif hanya bermina pada kegiatan-kegiatan ekonominya.Dan pemerintah barat menekan keinginan-keinginan ekonominya, tanpa mamu menyediakan cara-cara atau memprkuat cara-cara yang telah dimilikinya untuk memenuhi keinginan-keinginan itu. Sebagai hasilnya, persaan frustasi dan kemiskinan terbit dalam perorangan
Dimiskinkan serta di individualismekan, orang-orang desa cenderung untuk mengabakan kepentingan dan kewajiban social mereka. Tanah tidak lagi mampu member cukup makan bagi penduduk yang semakin tumbuh. Di pedesaaan yang terlampau padat di Negara-negara timur,kemiskinan dan kekurangan menyeluruh, bagian terbesar dari pajak yang berat dibebankan ke punggung petani, meskipun sejauh ini ia mendapatkan kesempatan ntuk mencari uang,bagian hail pertanian yang diambil tuan tanah kota dalam bentuk uang semakin naik, karena penciutan tanah milik rata-rata dan menghilangkan industry pedesaaan, petani semakin lama semakin sulit untuk sepenuhnya menggunakan tenaganya dan penganggguran musiman mengalami kenaikan, bebean utang yang dikeluhkan semakin berat, dan dengan sigap menerkam bagian hasil pertaniannya dalam bentuk bunga pinjamann,pengolahan hasl tanah berkesinambungan melebihi batas, mengurangi kesuburannya dan mengakibatkan gagal panen lebih sering erjadi.karena kurang diberi makan, ternak merosot atau harus diabaikan.ikatan keluarga terlepaskan oleh pendidika barat,kerja di pabrik dan dinas militer.
Keadan ini berbeda secara radikal dengan pikiran yang ada dinegara-negara barat, dimana dualism antara kta dngan desa memiliki konsekuensi-konsekuensi yang penting. Hal ini akan Nampak seandainya kita meneliti sepuluh aspek yang berbeda dari dualism.
1. Sejauh menyangkut suplai tenaga kerja, industry perkotaan tidak tergantung pada proletariat kota yang telah meninggakan desa untuk selamanya, dan menancapkan akar di pusat-pusat perkotaan.
2. Pengangguran yang timbul dari fluktuadi-fluktuasi permintaaan produk-produk industry tidak menciptakan maslahkepadatan penduduk perkotaaan, tetapi suatau maslah untuk desa ,hakikatnya maslah agraria.
3. Dinegara oriental ini tidak terdapat “pasukan cadangan industry” tetapi “pasukan cadangan agrarian”, suatu proletariat atau semiproletariat pedesaaan, berifat prakapitalis, tradisional dan mandek, belum matang untuk organisasi modern. Suatu pasukan cadangan yang memberati kedudukan petani dengan kelaparan tanah da memberati buruh tani dengan standar kehidupan yng rendah.
4. Pada mulanya tanpak kecenderungan industri untuk menyebar, perusahaan-perusahaan berukuran kecil dan menengah berusaha memperluas kesempatan dengan menetap dan hidup dari pedesaan.
5. Tingkat upah buruh industri ditekan oleh kenyataan bahwa upah industri kerap kali hanya merupakan pendapatan tambahan melengkapi pendapatan keluarga petani kecil.
6. Di Negara-negara kapitalis yang homogen, kepentingan-kepentingan para pemilik tanah biasanya berlawanan dengan para majikan industri.
7. Kecondongan penduduk pedesaan untuk bermigrasi sangat lemah. Dengan demikian, hampir seluruh migrasi bersifat sementara dan tidak berkembang menjadi kolonialisme (transmigrasi) daerah-daerah asing.
8. Secara umum dapat dikatakan bahwa buruh sebagai sebuah faktor produksi, memiliki mobilitas yang lamban. Dengan demikian terdapat perbedaan upah yang mencolok tanpa ada yang diratakan. Industri-industri yang ada di pedesaan dengan kepadatan penduduk yang tinggi mampu mengunakan kelebihan “tangan-tangan” secara tidak terbatas.
9. Terdapat jarak yang jauh antara pertukaran kapitalis barat dengan rumah tangga keluarga kapitalistis, karena kurangnya daya beli di pasar dalam negeri hingga membuat pertukaran itu bergantung pada pasar dunia. Jadi, bersifat internasional dan terpusat pada perusahaan-perusahaan impor dan ekspor barat.
10. Akibat lanjut depresi maupun deflasi menimpa punggung petani. Dalam masyarakat dimana proletariatkota menyediakan buruh dan petani menyediakan bahan makanan, depresi membawa pengaruh penurunan upah serta pengangguran para penerima upah. Tetapi pada saat yang sama menurunkan biaya hidup.
Apabila kejadian tersebut terjadi di Negara “kolonial” mungkin akan diikuti oleh tahap keempat: tahap yang ditandai oleh campur tangan pemerintah yang kawatir akan keresahan kaum tani dan menghalangi para tengkulak untuk mengerahkan daya peras ekonomi mereka sampai tuntas. Namun dinegara seperti cina, yang lebih mungkin terjadi ialah para penguasa bersekutu dengan tengkulak.
IV
Letak Pemilikan Tanah dalam Rumah Tangga Desa
Hampir di semua Negara oriental 70-80% penduduk bergumul dalam usaha pertanian.Hanya di Jepang presentase ini menurun menjadi sedikit dibawah 50%.Sebagian penduduk Jepang yang bekerja sebagai buruh industry terus menerus turun dan tidak ada ikhtiar apapun yang sanggup untuk menghalangi ini. Industri-industri baru dan mesin menggeser industri kerajinan tradisional, mesin-mesin giling kota besar melumatkan industri dan kerajinan pedesaan. Tukang-tukang yang mandiri pada masa lampau harus mencari pekerjaan baru.Sebagai hasilnya aliran peminta tanah serta peminta tambahan tanah membengkak dari dua sumber dan kebutuhan alam tanah semakin memprihatinkan serta konsekuensinya juga memprihatinkan. Seseorang berbicara atas keadilan tentang proses “menguras” kekayaan tanah, disinilah tempatnya. Sebab, kelas tuan tanah merupakan suatu kelompok yang semata-mata berurusan dengan konsumsi. Kelas ini tidak menyumbangkan apa-apa pada segi produksi.
Di Cina, perbedaan antara hak dipermukaan (menurut sertifikat/girik) dengan hak dibawah tanah atau hak dasar (hak dibawah tangan) adalah biasa. Apabila tanah itu telah jatuh ketangan orang kota, di desa tidak ada seorangpun yang segera dapat mengambil alih hak penggarap. Namun betapa pun kejamnya kondisi-kondisi penyewaan, harga tanah yang membubung menyebabkan hasil dari modal yang ditanamkan pada tanah, rendah dibandingkan dengan tingkat bunga yang berlaku di pedesaan sangat rendah dengan demikian terjadi pertikaian terus menerus antara penggarap dengan pemilik atau yang menyewakan.
Para ahli ekonomi pedesaan di negara-negara asia selatan dan timur sependapat, bahwa situasi petani memburuk dengan cepat:proporsi penyewa dan tanah yang disewakan semakin baik. Berkatikan dengan dengan kenaikan penyewaan tanah ialah kenaikan pemilik tanah luas. Namun batasan kita terletak pada apa pembentuk pembentuk pemilikan tanah yang sederhana. Batasan ini mengikuti cara cina selatan, yang membagi penduduk desa dalam 3 kelompok menurut tingkat kemakmuran mereka, petani miskin,petani menengah dan petani kaya.
Pemilik tanah luas dapat dibagi dalam dua golongan sebagaimana di rusia, baik tuan tanah maupun kulak harus dibedakan dari petani kecil. Demikian pula di asia, selain ada golongan petani kaya terdapat sebuah petani lahan luas yang sedikit banyak berwatak seperti tuan feodal, yang merampas hak-hak pribadi para penyewa dan keluarga mereka. Pada saat yang sama terdapat pula kelas tuan tanah dengan kekayaan yang sederhana, kehidupannya lebih dekat dengan petani kecil dan tinggal didesa, namun mereka juga bertindak sebagai tukang kredit, tengkulak, pedagang, atau kaki tangan dari kepentingan orang kota. Kelas kedua ini adalah kela Kulak, jauh lebih banyak unsur asingnya dalam masyarakat desa dan merampas penghuni desa sampai tuntas tanpa ada solidaritas komunal.
Dari kedua kelompok ini,kelompok pertama hampir tidak pernah bertani. Kelompok yang hidup dikota sebagai pegawai negara, bekerja di dalam pemerintahan ataupun swasta. Dan untuk pemilik tanah yang lebih kecil adalah mungkin untuk menuruti kesederhanaan petani dan menghindarkan segala penampilan kekayaan, seorang tuan tanah seperti itu harus hidup sesuai dengan derajat dan kedudukannya, dan bila prestige dilingkungan tetangganya meredup, ia membentengi tempat tinggalnya dengan tembok dan lubang tembok, dan dikelilingi tukang pukul untuk menghadapi para petani. Dalam hal ini desa lebih suka tuan tanah ebsentee yang setidaknya tidak mengambil jasa-jasa pribadi. Sekarang desa hanya melayani seorang kaki tangan, sedang sebelumnya terdapat dua permintaan yang terpisah, baik dari kaki tangan,maupun dari tuan tanah.
Kendati demikian di negara asia timur yang dibahas di sini, masih ada beberapa tuan tanah yang tetap hidup dipertanahan mereka, di mana mereka mencampuri urusan-urusan petani, seperti tuan tanah dizaman pertengahan bahkan mereka membangun tempat tinggal disekitarnya dan menghimpun para tukang yang cakap dan menempatkan mereka sebagai penyewa kecil. Mereka memperkenalkan tanaman baru, memebuat pekerja bekerja untuk pelayanan rumah tangga maupun untuk mengerjakan tanah tanpa membayar, tetapi dengan hbiburan yang cukup banyak.
Tetap ada pembedaan antara dua jenis tuan tanah tersebut. Usaha pemilik tanah tukang kredit yang menetap,membutuhkan curahan tenaga tanpa henti. Usaha ini merupakan Business tunggal dengan demikian tidak dapat melampaui ukuran sedang, semua transaksi kecil harus diselesaikan ditempat.Tidak ada isyarat tentang kecenderungan pemilik tanah luas untuk menelan seluruh pemilikan sempit. Namun terbukti bahwa terdapat pemusatan pemilikan yang menjurus ke arah yang sama terpusat pada pemilik tanah yang menetap didesa-desa. Beberapa pemilik kecil terus-menerus semakin tidak dapat membayar bunga pinjaman atau cicdilan pembelian, sehingga mereka terpaksa menyerahkan tanahnya kepada kreditor, dan para pemilik tanah yang lebih kaya menambahkan petaka-petakan kecil itu sebagai milik mereka yang semakin meluas.Pengkutuban ini mungkin dapat dinyatakan sebagai gejala umum, akibat dari kegiatan kulak.Tidak perlu ditunjukan faktanya pada pemerintah, khususnya dalam fungsi fiskalnya bahwa fragmentasi pemilikan yang sangat ekstrem tersebut membawa segala macam kesulitan.Dan kesulitan ini semakin besar, karena para petani kecil jauh dari pemerintah.Jadi pengumpulan pajak menjadi pekerjaan berat serta mahal.Karena alasaan ini para penguasa condong pada pemilikan lahan luas.
Lembaga kepemilikan bersama ini telah merosot bersama dengan keruntuhan petani.Walaupun para petani kecil juga anggota marga, mereka semuanya disingkirkan dari pengawasan dan pengelolaan milik warga, arah dan keuntungan tergenggam di sedikit tangan, dan sebagian besar ditangan anggota marga yang ada dikota.Organisasi marga diambil alih oleh usaha rentenir, namun dalam hal inipun prinsip tolong menolong telah ikut membuka jalan pada kebijakan yang lebih komersial, meskipun anggota keluarga yang meminjam secara otomatis menjadi penanggung, tetapi bunga satu setengah sampai dua persen setiap bulan adalah umum. Kemerosotan organisasi marga ini berlangsung dengan cepat. Penghisapan menyeluruh atas para petani kecil didorong oleh kenyataan bahwa para pemimpin marga dan tuan tanah telah menduduki seluruh fungsi kemasyarakatan, dan kemudian mendikte kebijakan pemerintah untuk menjaga kepentingan mereka sendiri.
Kenaikan dalam penggadaian menambah penjelasan tentang hancurnya kepercayaan bersama.Penggadaian menggantikan pinjaman sebelumnya dilakukan tanpa jaminan nyata. Hal ini disebabkan pula oleh kemiskinan, bukannya ketidakmauan, melainkan ketidakmampuan yang menghalangi peminjam untuk menuanaikan kewajiban-kewajibannya. Bagian cukup besar dari tanah-tanah gadai dijaminkan oleh para pemilik yang tidak mempunyai penghasilan, dengan cara ini mengkomsusikan milik mereka, namun terjadi pula bahwa sepetak kecil tanah digadaikan karena pemilik membutuhkan uang tunai untuk liburan atau untuk menjamu tamu. Namun lingkup penggadaian tidak ditentukan oleh kebutuhan pinjaman dari para pemilik kecil, tetapi oleh jumlah modal yang tersedia untuk maksud tersebut.
V
Pertanian dan Pemeliharaan Ternak dalam Rumah Tangga Desa
Di seluruh negara timur yang mengkaji objek ini padi merupakan tanaman utama. Hanya di cina utara dan india bagian barat laut, gandum serta biji-bijian lain menggantikan kedudukan padi. Pembududayaan padi sawah tetap, umunya sangat intensif dan dengan demikian lahan garapan keluarga tani sempit.Pertanian di negara oriental pada mulanya hanya untuk swasembada, yaitu melayani kebutuhan sendiri dari keluarga dan terbatas pada lahan yang dianggap cukup menghasilkan makanan untuk keluarga.Lahan garapan sangat menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga, sehingga menjadi atau tetap sempit apabila para anggota keluarga tersebut menerima penghasilan tetap dari sumber-sumber lain disamping pertanian.
Dengan demikian tidaklah sesuai dengan kenyataan apabila mengatakan bahwa tanpa ikhtiar para petani. Luas tanah garapan yang tersedia untuk keluarga menyempit, dan sebagai akibat dari lanjutnya para anggota tani dipaksa untuk meninggalkan rumah dan mencoba untuk mencari lahan lapangan kerja ditempat lain. Hal itu mungkin terbukti benar untuk kasus penciutan tanah pada masa sekarang, tetapi asal hubungan kausal tersebut merupakan kebalikan:apabila keluarga menikmati penghasilan dari sumber-sumber lain, maka lahan tanah yang lebih sempit dianggap cukup untuk digarap, katakanlah memadai untuk memberi makan keluarga dan dapat mencukupi pengeluaran-pengeluaran lain dalam bentuk barang, termasuk sewa dan pajak.
Pada mulanya seorang petani dapat menentukan macam lahan tanah garapan dengan jalan menghitung mulut dalam keluarganya yang harus diberi makan, dan menambah jumlah hasil produksi yang dibutuhkan untuk memberi makan para penganggur desa serta bagian yang diminta oleh tuan tanah dan pemerintah. Ia tidak menghendaki lebih dari itu, apapun keinginan lain yang dikehendakinya disuplai oleh keluarganya dan untuk melengkapi keinginannya ini tidak diperlukan pertukaran dibawah pengaruh kapitalisme semua ini berubah mendasar.
Untuk memulai petani mungkin membutuhkan uang untuk pembelian pupuk buatan atau upah buruh tani, dan lebih penting lagi uang untuk segala macam kebutuhan sehari-hari atau kebutuhan berkala, yang diminta keluarganya, kemudian pajak yang harus dibayar tunai, pendeknya ia harus ditarik dalam transaksi keuangan yang bertumpuk dengan dunia luar yang menyebabkan dia harus menemukan sumber pendapatan diluar desanya. Terutama ia harus menemukan sumber-sumber itu melalui hasil produksinya.
Telah disinggung diatas pembudidayaan padi sangat intensif, metode pembudidayaan yang menyita waktu terlampau banyak, tidak memungkinkan perluasan tanah lebih dari yang sangat dibutuhkan. Lahan yang mampu dikelola oleh seorang suami, istri dan dua anak tanpa bantuan dari luar, diperkirakan sekitar 1,5 sampai 2 hektar. Dan kerja yang dicurahkan pada sawah sesempit itu sebenarnya tidak terlalu produktif.Hasil rata-rata per akre, pada tahun 1937 tahun yang dianggap cukup bagus untuk harga-harga hasil pertanian.
Nyatanya tentu saja kerja tidak tersebar rata sepanjang tahun, tetapi terpusatkan dalam beberapa bulan, khususnya pada musim panen. Dan ini menjadi sangat padat, sehingga petani kecil tidak mampu mengelola tanpa tenaga bantuan yang dibayar, ini merupakan kerugian ganda, bantuan dari luar harus dibayar dalam aneka bentuk, dan karena permintaan tenaga kerja datang secara serempak dalam beberapa Minggu saja, upah menjadi relatif lebih tinggi, lebih tinggi dari produktivitas tenaga kerja yang terbukti rendah, dengan kata lain pendapatan seorang penerima upah lebih tinggi daripada pemberi kerja. Umumnya intensitas pembudidayaan tanaman makanan di tanah-tanah permanen telah menjadi sangat tinggi dengan demikian produktivitas kerja yang dicurahkan untuk itu menjadi sangat rendah, sehingga buruh gajian tetap tidak dapat ditanggung, demikian pula bantuan penggarapan dengan ternak tidak menguntungkan, petani kecil yang mandiri yang mendapat penghasilan yang lebih sedikit daripada buruh tani upahan yang tetap.
Arti yang tidak terlampau penting dari buruh upahan dipertanian oriental, telah dijelaskan diatas sebagai akibat dari tingkat kemampuan produksi yang rendah, hal itu dapat pula dijelaskan sebagai akibat dari landasan keluarga produksi pedesaan, landasan keluarga menghendaki bahwa lahan tanah garapan harus selalu disesuaikan dengan ukuran serta komposisi keluarga tani. Lahan garapan keluarga yang dapat diubah-ubah adalah khas bagi pertanian yang sebenarnya hanya untuk swasembada.
Keadaan ini membawa kerugian serius dan banyak.
Pertama, tanah berharga yang terltak diatas petakan di telantarkan
Kedua, para penggarap menambah biaya sendiri dan kehilngan waktu dalam memindahakan hewan pembajak, peralatan, pupu dan tanaman,sedang penggunaan peralatan pertanian yang lebih berat menjadi tidak praktis.
Ketiga, sempitnya petakan-petakan tanah menghalangi penggunaan peralatan pertanian yang lebih besar, pengggunaan hewan pengangkut, pembuatan bangnan irigasi dan sakuran limbah yang efisien, penggalian sumur-sumur pengairan dan penggunaan pagar.
Keempat , petani membebani sendiri tambahan biaya peengawasan dan penjagaan, bahkan mungkin hal ini tidak dapat dilakaukan secara efisien.
Kelima, leak terpencar dari petakan dan banyaknya batas, merupakan sumber perseksokan dan masalah hukum.
Keenam, dalam memilih tanaman dan tat kegiatannya , petani terpaksa mengikuti pola umum, ia tidak dapat membuat perbaikan-perbaikan menurut akalnya sendiri.
Meskipun kerugian dari fragmentasi dan pemilikan tanah yang erpancar adalah banyak, serius dan nyata, meskipun tidak sulit unutk memahami manfaat konsolidasi, berbicara secara umum petani tidk siap unutk mengakiri keburukan itu.Mereka dikuasai oleh warisan adat istiadat dan hubungan pribadi mereka dengan petakan-petakan tanah tertentu acap kali bercampur dengan perasaan keagamaan.
Bagaimana peran ternak dalam rumah tangga desa?harus diakui, bahwa penyertaan ternak dalam rumah tangga tani oriental tidak harus berdasarkan landasan ekonomi. Kolb menyatakan tentang pemeliharaan hewan di pegunungan Filipina bagian utara, bahkan hari ini pun memelihara itu terutama dimaksudkan unutk memenuhi kebutuhan hewan-hewan kurban.Pemilikan ternak melengkapi petani. Apabila ternak bukan merupakan keharusan, setidak-tidaknya ia merupakan bagian integral dari kehidupan itu, karena ternak menunjukkan pada dunia luar, kedudukan mandiri dan swasembada dari pemilik.
Di india ternak menghasilkan susu dan produk dari, selain itu juga sebagai penghasil pupuk kandang, manfaatnya diambil secara nyata dibeberapa distrik. Sungguh ternak lebih dianggap sebagian dari pemilikan rumah tangga tani dalam prinsip letaknya terlampau jauh berbeda dengan istri dan anak-anak.Lebih menarik iaah daftar yang diterbitkan oleh komisi kerajaan pada tahun 1928 tentang pertanian India. Daftar ini menampilkan jumlah sapi kebiri dan penggarap pria untuk setiap seratus akre dari lahan yang digarap, memberikan angka-angka sebagai berikut :
Bombay 10 dan 8,1
Burma 11 dan 11,5
Provinsi-provinsi tengah 15 dan 7,6
Madras 15 dan 17,3
Punjab 16 dan 11,2
Bihar dan Orissa 27 dan 26,8
Assam 27 dan 27,5
Serikat provinsi 29 dan 29,1
Bengal 36 dan 35,2
Dengan demikian terdpat kesejajaran umum yang menyolok diantara tiap pasang angka. Dalam keadaan ni, kemerosotan ernak di Negara-negara Asia Selatan dan Timur merupakan bukti kemelaratan. Para petani secara eksklusif diwajibkan untuk bertindak menurut pertimbangan-petimbangan ekonomi dan menggantikan modal tenaga kerja tidak diragkan darai panangan ekonomi.
Kemerosotan ternak secara jelas dapat dilihat di Cina dan Jepang. Di Cina, tidak lagi ditemukan ternak berkaki empat pada 59 persen pemilik tanah dibawah 20 mow(1,34 hektar) dengan demikian merupaka bagian terbesar dari pemilikan. Di Jepang keadaannya mirip. Dalam sebuah desa yang relative makmur, di selatan hanya terdapat 70 ekor ternak berkaki empat untuk 285 keluarga tani, satu ekor unutk tiap empat keluarga tidak sampai seperdua puluh dari proporsi yang ada di Belanda. Dan pemeliharaan kuda tidak dapat menggantikan pemeliharaan ternak ternak berkaki empat lain.
Di Jawa juga peternakan juga merosot, disini petani sangat melarat, sehingga ia harus mempertimbangkan dari titik pandangan apakah peternakan menghasilakn. Pemberian makan ternak berkaki empat menjadi semakin sulit, nilai jasa ternak sebagai binatang penghela dan pembajak semakin tidak seimbang dengan biaya pemeliharaannya. Denagan demikian tidaklah mengejutkan bila antara tahun 1925 sampai 1940 dalam perbandinagannya dengan jumalah pemilik tanah, jumlah ternak berkaki empat merosot 21 persen.
Di India masalahnya lebih pelik juga disini, perbandinagan tidak seimbang antara nilai jasa ternak dalam pertanian dan pengangkutan disatu pihak dengan biaya pemeliharaan yang terus naik. Di lain pihak empat puluh persen atau lebih produksi digunakan untuk ternak yang dipakai biaya pemeliharaan seekor sapi kebiri lebi tinggi daripada biaya hidup tuannya. Merupakan kenyataan pentingnya sapi dalam penggunaan ternak di India ialah unutk memperoleh sapi kebiri, untuk penghasil susu dipilih kerbau. Sapi betina dipelihara unutk menghasilkan sapi kebiri. Susunya mungkin jauh lebih unggul dari pada susu kerbau, tetapi kurang berlemak, sehinnga tiak cocok untuk membuat ghi (mentega yang dibeningkan) dan hasil susu sapi lebih sedikit.
Sebagian hasil semua ini anak-anak sapi ini merupakan keturunan yang bermurtu rendah. Mereka lebih lemah dan apabila pemilik ingin mendapatkan jasa sapi kebiri seperti dulu ia harus memiliki jumlah yang lebih banyak. Namun campur tangan pada lingkaran setan ini sangat sulit karena kesucian yang diberikan pada sapi oleh bangsa Hindu dengan prinsip keagamaannya bahwa sapi yang lahir harus dibiarkan hidup tanpa mempertimbangkan kegunaannya tetapi sayangnya tanpa mengindahkan tersedianya makanan. Satu-satunya jalan yang ditempuh petani bereaksi terhadap kejadian ini ialah mengganti sapid an kerbau. Kerbau jantan menggantikan sapi kebiri unutk membajak tanah.Oleh para petani sendiri, penggantian itu dianggap sebagai suatu gejala kenaikan kemiskinan.
VI
Masalah Penduduk
Dinegara-negara barat kepadatan penduduk merupakan suatu unsure yang berubah berkaitan dengan pertumbuhan kota-kota industry perkotaan yang pada gilirannya bergantung pad produktivitas pertanian. Dinegara-negara itu gejalanya ditandai denagn kekurangan penduduk di pedusunan diamana tenaga pertanian digantikan oleh mesin.Umumnya dikbupaten-kabupaten Negara Timur, selama berabad-abad kepadatan penduduk ini hamper merupakan kuantitas yang stabil. Kepadatan ini ditentukan oleh kesuburan tanah oeh intensitas dan produktivitas bentuk pengarapan tanah yang digunakan,oleh kesempatan memperolaeh pendapatan dari sumber-sumber nonpertanian, oleh standard hidup an tidak kalah penting oleh ukuran bagian kerja petani yang diminta oleh tuan tanah beserta para pembantunya rentenir serta pemerintah.
Pada mulanya standard hidup tidak lebih tinggi dari sekarang.tidak pula lebih rendah. Benar, terdapat berbagai jenis larangan, tidak pula lebih rendah.Seperti telah dinyataka sebelumnya pertanian petani oriental berlandaskan pada keluaraga, dan ditujukan unutk mendukungnya.Apabila penduduk terutama tergantung paa pertanian, kepadatannya sanagt terkait denagn jumlah keperluan lahan garapan setiap keluarga unutk maksud tertentu.Ini sebabnya apabila tidak terdapat perubahan yang muncul dalam landasan dan tujua kepadatan penduduk yang merupakan resultant tetap stationer pula.
Di lai pihak, perkembangan penduduk dengan kepadatan yang tidak terlampau berubah, telah mengharuskan penggarapan tanah-tanah yang kurang subur atau tanah-tanah yang oleh sebab lain menjadi kurang produktif dan menuntun kearah pengurangan kesuburan tanah-tanah yang telah lama digarap denagn demikian penggarapan yang lebih intensif belum tentu menaikkan output yang sebanding.
Dan bagaimana denagn standard hidup?tidak dapat disangkal standard hidup berubah tetapi tidak harus berubah kearah yang leih baik. Pengaruh kapitalistis Barat telah beropeasi disini unytk memperosotkan bukannya menaikan standar-standar kualitatif. Mungkin benar keinginan-keinginan telah semakin luas dan beraneka , namun benar pula bahwa barang-barang yang dibutuhkan untk memuaskan keinginan-keingina ini dalam ukuran luas telah merosot untuk konsumen oriental.
Ketrgantungan pasar untuk memuaskan keinginan-keinginan seorang, berrarti pula ketergantungan pada kebutuhan orang lain atas barang-barang atau jasa-jasa yang dapat ditawarkannya dan pertanyaannya tetap apakah keinginan orng lain cukup kuat untuk menjamin penyaluran yang menguntungkan bagi hasil produksi petani. Hasil produksi yang pilihannya terutama tidak menurut nilai pasar. Dengan mempertimabangkan segalannya harus disimpulakan, bukanlah standard hidup penduduk pedesaan Asia Timur maupun produktivitas tenaga kerjannya yang telah berubah.
Kesimpulan menurut nalar ini diperkuat oleh fakta-fakta yang telah terkenal.Data kesejarahan menunjukkan bahwa berabad-abad lalu, petani Timur tidak menggarap tanah milik yang lebih luas. Pada waktu itu kawasan garapan yang sama harus menunjang jumlah jiwa yang hamper sama. Teapi sekarang dibawah kapitalisme telah terjadi perubahan yang tidak menguntungkan keadaan. Semua ini berarti, telah tercipta suatu seper struktur yang maha besar dan harus dirawat oleh petani petani dengan kerja kerasnya, meskipun kerja ini kuan produktif sehingga jarang menyisakan surplusdiluar keswasembadaannya sendiri.Superstruktur ini membentuk dan mengisi bgian penting dari kota-kota besar oriental.
Kenaikan jumla penduduk mungkin memperbesar kepadatan pedesaan.Namun tidak harus selalu demikian daerah-daerah pedesaan terdapat letak dikawasan –kawasan subur dengan tanah yang memperoleh irigasi apabila dikawasan tetangga terdapat kawasan subur lainnya, penduduk mungkin menyebar dikawasan itu.Namun tingat penduduk yang stationer ini menjaga dirinya dengan perluasan dengan perluasan dan penciutan yang silih berganti terus menerus dan tidak teratur.Kurva (liku-liku perkembangan) penduduk mirip gambar sebuah pegunungan dengan bukti-bukti terjal dan jurang-jurang yang dalam.
Semua kendali penekanan yang disebut Malthus dalam bukunya Essay on the principle of population kelaparan, wabah, perang, kejahatan, bencana alam megamuk didalam Negara-negara oriental , apabila dan selama mereka dibebaskan. Malthus menyebutnya kendali-kendali penekanan (repressive checks) sejauh mereka tidak menyentuh gairah seksual yang menyebabkan kenaikan penduduk dan sekedar melawan hasilnya mahluk hidup dilahirkan atau tidak. Hanya kapitalisme yang menambah kendali dengan sebuah kendali pencegah yang setidak-tidaknya sama pentingnya.
Dipihak lain, perlawanan terhadap kendali penekanan kenaikan penduduk telah dilaksanakan oleh pemerintah-pemerintah berpikiran Barat dinegara-negara oriental, seenergik dan seefektif seperi yang dilakukan di Eropa. Dan meskipun karena kurangnya pengetahuan serta kerja sama rkayat, hasil-hasilnya tidak seajaib di Eropa, namun kebijakan kesehatan masyarakat, keamanan dalam negeri, langkah-langkah mencegah kejahatan dan kelaparan,telah berpengaruh pda tingkat kematian penduduk.
Lebih penting dari transmigrasi perpindahan penduduk, industrialisasi, irigasi, penataran, pertanian dan sebagainya ialah gejala-gejala diantara rakyat sendiri yang berupa berkembangannya kesadaran tanggung jawab mereka untuk menyelasikan masalah penduduk. Dalam hal ini harus diperhatikan bahwa bentuk-bentuk pembatasan kelahiran yang prakapitalistis,pengguguran dan pembunuhan bayi, meluas kembali khusunya pengangguran hari ini dilakukan secara menyeluruh dibagian dunia itu. Dalam hal ini tingkah laku pemerintah-pemerintah masih ragu-ragu.
Masyarakat desa prakapitalistis membutuhkan batas yang longgar dari cara-cara menunjang hidup, karena selalu terdapat oran-orang yang tidak aktif dengan cara yang produktif , bukan hanya anak-anak dan orang jompo yang cacat dan miskin, yang secara social tidak cocok dan yang gagal, melainkan pula serombongan pengemis, gelandangan, fakir, rahib dan pendeta mereka yang butuh bersadar ke masyarakat desa karena mereka adalah bagiannya, dan mereka hidup didesa. Walupun lambat dan tidak disadari dengan adanya penciutan penguasaan tanah rata-rata seta kemerosotan kerajinan tangan, proporsi waktu yang dicurahkan unutk kegiatan aktif menyusut.Dalam setiap kejadain, bagian penduduk desa yang aktif trlapau banyak menganggur dan siap untuk menganggur.jadian, bagian penduduk desa yang aktif terlampau banyak menganggur dan siap untuk menganggur.
Tetapi konsepsi prakapitalistis tentang hidup mulia ini, merupakan hasil jadi dari prasyarat adanya kesnggangan tertentu dalam persaingan kebutuhan-kabutuhan hidup yang utama.Dengan demikian, adalah tidak tepat apabila menggunakan pengangguran sebagai semata-mata ukuran kepenuhsesakan setempat.Sejak sekitar tahun 1800, ketika penduduk Jawa belum mencapai seperdua puluh ukuran kelak kemudian (1948), seorang penguasa menyatakan bahwa pulau ini dipadati para panganggur.Kehidupan desa menghendaki para penganggur ini tampil sepenuh mungkin, sebagaimana pula para penganggur menghendaki agar desa menjalankan jalan hidup mereka.
Jadi, hanya satu kesimpulan yang mungkin: kepadatan penduduk adalah masalah komunal yang dapat dikatakan ada segera setelah desa tidak lagi mampu hidup menurut prinsip-prinsip prakapitalisnya yang khusus. Kepadatan tersebut telah ada sejak dulu, lama sebelum pemerintah-pemerintah Barat menyadari eksistensinya, dan mencoba melawannya dengan cara-cara Barat.
Di negara-neara kapitalistis Barat, pengangguran utamanya merupakan gejala perkotaan.Di sini pelarian dari tanah telah membebaskan desa dari kelebihan penduduk, dan menaikkan produktivitas tenaga kerja pertanian.Sebaliknya, di negara-negara prakapitalistis, tidak ada pernyataan tentang meninggalkan tanah.Hal ini di barat dikondisikan dengan penerimaan semangat kapitalisme berikut individualismenya, rasionalisme, kenaikan keinginan-keinginan dan pengejaran hasil oleh penduduk pedesaan.Pertama kehidupan desa tradisional harus ditaklukkan. Namun, kota pun harus memiliki sesuatu yang ditawarkan pada pendatang baru dari desa: hidup yang lebih bebas dan baik. Dalam kedua aspek, Timur berbeda dengan barat. Desa Timur masih hidup dan kota di Timur jauh dari mampu menyerap kelebihan penduduk pedasaan. Lebih lanjut, untuknya kota ialah dunia lain di mana ia tidak pernah betah; jarak antara kehidupan pedesaan dan perkotaan terlampau jauh.
Kendati hal ini benar untuk massa yang tetap berpegang ke desa, dan tidak memutuskan untuk lari dari tanah, namun tidak cocok untuk perorangan-perongana yang merasa sesak dengan lingkungan pedesaan serta tidak lagi merasa betah hidup di desa. Tukang yang penuh energi dan mampu, anak sekolah yang rajin dan cerdas, barangkali condong untuk pergi ke kota dan mengadu nasib di sana. Tetapi mereka adalah pengecualian mereka yang tidak mempengaruhi gambar keseluruhan.Lebih umum, dan dengan demikian lebih berpengaruh secara mendasar ialah pelarian dari elit desa. Dengan kemelaratan desa dan keruntuhan desa, dengan kenaikan nilai dan sewa tanah, dengan pemusatan administrasi dan peradilan di kota-kota, dengan jaminan keamanan pribadi hanya di kota-kota besar, dengan harapan bahwa di sana seorang dapat menikmati pendapatan dari miliknya sendiri, dengan menghilangkan industri pedesaan, dan pilihan barang-barang yang lebih banyak ditemui di toko dan pasar, dengan kenaikan keinginan-keinginan materiel dan spritual akibat dari pendidikan Barat ___ apakah mengherankan, apabila orang desa yang mampu dan berpendidikan menganggap kediaman mereka yang lama semakin lama sampai pada gejala bangsawan desa, tuan tanah desa, lari dari lingkungan pedesaan mereka. Persis berlawanan dengan apa yang terjadi di negara-negara barat. Di sana, buruh pedesaan, proletariat tak bertanah, dan unsur-unsur semiproletariat lain, berimigrasi ke kota-kota dengan harapan menjumpai pekerjaan yang lebih menguntungkan. Memenangkan kapitalisme dan kebudayaan Barat, elite desa menelantarkan keliling prakapitalisnya. Inilah pengosongan dari desa ke kota.
Di pihak lain, di dalam kota aliran masuk ini menimbulkan kepadatan penduduk jenis baru: yaitu proletariat intelektual. Aspek dari masalah kita ini akan diambil sebagai pembahasan pada Bab VIII.
VII
Perpindahan Penduduk
Mengingat massa manusia yang mengisi negara-negara Asia Selatan dan Timur sampai pada titik ledak, sangat mengagetkan bahwa kolonisasi dari kawasan-kawasan ini sangat kecil. Apabila dibandingkan dengan perpindahan di negara-negara Eropa dalam keadaan yang mirip, di sini jauh tidak terjadi apa-apa.Meskipun selama beratus tahun pedalaman cina tidak mampu lagi menyerap kelebihan penduduk, Jumlah cina perantauan kurang dari sepuluh juta orang. Bagi Jepang, hasil bersih dari enam \puluh tahun penggeloraan perpindahan penduduk yang memakan biaya besar, ialah pada tahun 1930 terdapat 1.100.000 orang Jepang menetap diluar negeri, termasuk kawasan-kawasan jajahan dan mandat Jepang. Kira-kira pada waktu yang sama, jumlah orang India di luar negeri ialah 2,3 juta orang dalam lingkungan Kerajaan Inggris dan 100.000 orang di luar daerah itu. Untuk egara-negara Asia yang kurang padat, jumlah kebangsaan yang ada di luar negeri tidak tercatat.
Orang-orang berbicara tentang “bahaya kuning” dan dengan istimewa ini mengira –atau membangkitkan kesan- adanya banjir orang Jepang dan Cina di negara-negara yang di huni dan di jajah oleh bangsa eropa. Waktu yang memungkinkan terjadinya migrasi massa telah berakhir; dan yang di sebut ras-ras kuning telah menunjukan kekurangan kualitas-kualitas yang di butuhkan untuk membanjiri negara-negara asing seperti itu.
Penyebaran penduduk mereka sendiri di negara-negara Timur, harus mengarah pada kesimpulan bahwa bagaimanapun tempat tidak terdapat hasrat cukup kuat untuk bermigrasi pada mentalitas orang-orang ini.Merupakan kenyataan yang mengejutkan, bahwa di semua negara Timur, distrik-distrikk yang penduduk berpenduduk terlampau padat berdekatan dengan kawasan-kawasan yang kekurangan penduduk. Dan semuanya memiliki daerah relatif luas untuk memungkinkan pemukiman yang lebih padat: Jepang di hokkaido, Cina di Mancuria, Filipina di Mindanao, India di Assam, Hindia Belanda –sebagai lawan Pulau Jawa- kepulauan di luar jawa, Indocina di Cocincina dan Kampuchea. Bangsa Asia, setidak-tidaknya petani Asia, merupakan penghuni daratan dan tidak menyukai desa pegunungan; kewajibannya pada leluhur, agamanya, mengikatanya pada desa asal; ia harus memiliki kesemapatan untuk menggarap sawah yang mendapat irigasi; dibandingkan anggota penduduk yang lebih bebas, ia sangat mudah menderita karena perubhan cuaca; diatas segalanya, ia kekurangan api semangat berusaha serta hasrat mencari keuntungan, karena sebagai petani prakapitalistis, ia masih sangat di tuntun oleh tujuan swasembada. Di daerah-daerah Cina, organisasi keluarga dan marga menghadang di jalan imigrasi, baik karena pihak yang berkepentingan tidak mampu melepaskan dirinya sendiri dari kewajiban-kewajiban sosialnya, maupun karena keluarga atau marga menentang kepergiannya, tidak mau di bebani organ perawatan kerabatnya. Di Jepang, selama periode Tokugawa, terdapat larangan terhadap migrasi semacam itu. Demikian pula, di negara-negara lain, para rentenir berusaha sekuat tenaga menentang perpindahan penduduk, menjaga agar para peminjam tetap bertetangga sehingga dapat diawasi.Atau, orang-orang sekadar kekurangan ketahanan fisik untuk menempuh tahun-tahun hidup berat yang pertama di alam liar. Negara-negara Asia Timur yang berpenduduk padat memiliki sifat dualistis, karena kepentingan-kepentingan kapitalistis memiliki suara –bahkan suara yang menentukan- dalam hal tersebut, maka kelompok-kelompok sosiala yang tidak menghendaki perpindahan massa, menentukan kebijakan migrasi. Baik pengusaha industri maupun pemilik tanah luas menganggap tidak menguntungkan apabila sebagian besar potensi suplai buruh, atau petani penggarap tersedot ke luar.
Kemudian terdapat hal lain :
Letak yanng menguntungkan, titik-titik putih mengandung harapan di peta, semakin jarang; tinggal sedikit tanah subur yang menganggur.Kawasan-kawasan yang samapi hari ini tetap tidak di huni, atau berpenduduk yang sangat jarang, telah di hindari para pemukim, bukan tanpa alasan.Di tahun 1877, pemerintah Australia Selatan mengundang pemerintah Jepang untuk mengisi sebagian benua itu, tetapi tawaran di tolak. Demikian pula, usul untuk memberikan pulau-pulau seperti Irian dan Kalimantan, sebagai jalan keluar untuk perpindahan massa Jepang hanya dapat muncul di benak para utopis.
Dorongan ekonomi tidak cukup kuat; mereka sangat tergantung pada tradisi dan lingkungan keluarga; mereka kekurangan “darah pelopor” dan apabila mereka perpindah, segera kembali ke tanah asal, begitu mendapat kesempatan untuk melaksanakn hal itu. Bahkan di daerah berpenduduk terpadat, tanah-tanah termiskin , tempat dimana umat manusia sangat butuh di tipiskan, petani mendekap msyarakat desanya dengan tangan dan kaki. Bahkan pada sat-saat kekurangan pangan, dia acap kali tidak siap untuk meninggalkan desanya guna mendapat kehidupan sementara di lain tempat. Setelah Perjanjian Portsmouth (1905) yang mengakhiri Perang Jepang-Rusia, setiap orang memperkirakan perpindahan massa Jepang ke Mancuria. Namun dua puluh tahun kemudian, orang Jepang yang tinggal disana hanya berjumlah seratus ribu orang. Dan dari tiga juta lebih orang Cina yang bermigrasi ke Mancuria Utara, antara tahun 1923 sampai 1928, hanya 22 persen yang menetap disana. Dari buruh-buruh Cina yang bermigrasi ke negara-negara Asia Tenggara, 75 persen ke negara leluhur.
Apabila alasan-alasan diatas diterima, maka perpindahan penduduk tidak akan pernah menjadi saran efektif untuk menyalurkan kelebihan penduduk. Seseorang dapat sekadar membayangkan sendiri, jumlah-jumlah yang terlibat dalam negara-negara yang di bahas disini. Untuk jawa, misalnya, dengan penduduk lebih dari empat puluh juta (1948), dan pertambahan tahunnya 5 sampai 600 jiwa, telah di hitung, hanya dengan perpindahan tahunan bersih sebanyak 250.000 orang, kenaikan penduduk akan bisa di imbangi. Utuk Jepang, dengan dimensi perkembangan penduduk sebanding, hal ini beratrti perpindahan tahunan dari kelebihan paling sedikit 400.000 jiwa; namun para ahli statistik Jepang sampai pada hitungan, kelebihan sesungguhnya merupakan kelipatan dua jumlah itu. Kepadatan penduduk tetap pada tingkat yang sama. Pengurangan desakan penduduk secara nyata, masih meminta upaya-upaya yang lebih besar.
Kita hanya memiliki satu contoh baru dari perpindahan massa di seluruh kawasan ini, dan ini merupakan migrasi yang secara murni brsifat lokal: yaitu perpindahan dari Cinta Utara ke Mancuria, pada tahun-tahun dua puluhan dan tiga puluhan abad ini. Migrasi masa ini hanya mungkin melewati darat, tanpa bertumpu pada bantuan pemerintah, tanpa oposisi efektif dari kepentingan-kepentingan kapitalistis dan meliteristis daerah asal, atau kepentingan politis dan ekonomi negara penerima.Migrasi itu merupakan perpindahan ke daerah tetangga yang tidak terlampau berbeda dalam kondisi dan iklim. Migrasi ini pernah sekali waktu dilakukan oleh beberapa juta orang: di tahun 1924, hampir setengah juta; tahun 1925, lebih dari setengah juta; tahun 1926, 600.000 orang; tahun 1927-1929, rata-rata tahunan lebih dari satu juta orang; di tahun 1939, setelah perbatasan Mancuria ditutup selama empat tahun, satu juta lagi; pada triwulan pertama tahun 1940, setengah juta orang. Tetapi memandang hasil-hasil bersih dari gerakan migrasi tahun 1923-1928, hanya satu hal yang diharapkan berlangsung, yaitu para imigran akan meraih kesempatan pertama untuk pulang ke rumah ___ di mana, tentu banyk di antara mereka yang meninggalkan orang tua dan keluarga mereaka. Dan mungkin kemudian akan terlihat bahwa migrasi ini gagal menyalurkan tekanan penduduk di kawasan Republik Cina yang luas. Jepang bahkan tidak pernah mencapai titik ini.Antara Cina dan Jepang, terdapat suatu perlombaan seperti antara kelinci dan kura-kura. Di mana pun orang Jepang tiba, dengan berlari, keringatan dan terengah-engah, ia menjumpai orang Cina tertawa duluan di tujuan. Sehingga tidak hanya di Mancuria, melainkan pula di Filipina, Indocina, Hindia Belanda: bila penduduk pribumi tidak cukup sebagai cadangan massa buruh, orang Cina setiap saat bersedia mengisi lowongannya. Bahkan ia muncul menurut kehendaknya sendiri; tanpa ditolong dan tanpa dipanggil; dan ia cocok untuk setiap skala gaji.
Kemudian, dengan mengandaikan bahwa memerangi kelebihan penduduk tidak mungkin menjadi pamrih sejati dari pemerintah-pemerintah yang menggalakkan emigrasi, pertanyaan yang timbul ialah: lantas apakah tujuan sebenarnya? Untuk menjawab pertanyaan ini, tentu saja kita harus meletakkan kebijakan pemerintah berbeda dari kepentingan-kepentingan lain. Tidak hanya mengesampingkan migrasi orang Cina secara umum, malainkan pula buruh perkebunan filipina ke Hawaii, orang Tamil ke Semenanjung Melayu, orang Jawa untuk memenuhi perkebunan dan industri di luar Jawa, atau orang Annam ke bagian-bagian selatan Indocina. Para penguasa Jepang, di saat-saat jujur, telah mengakui bahwa perpindahan penduduk tidak akan mungkin dapat dijadikan alat untuk menyelesaikan permasalahan penduduk ___ seperti misalnya, pada tahun 1926 sewaktu menteri luar negeri, Komura, menyatakan hal ini.
Kolonisasi petani-petani kecil yang mendiri di dalam batas-batas suatu negara, tidak dapat diletakkan di bawah pengelompokan di atas.Apabila kolonisasi ini merupakan tujuan suatu kebijakan, transmigrasi tersebut terkadang dinyatakan untuk melayani pembangunan kawasan-kawasan permulikiman baru.Hal ini terjadi pada transmigrasi yang dibantu pemerintah dari orang-orang Jawa ke provinsi-provinsi luar Jawa.Tetapi harus dilihat, apakah petani kecil Jawa ini sungguh-sungguh dapat membawakan unsur “pembangunan” ke luar Jawa. Lebih mungkin, harus diakui pertimbangan utama pemerintah Hindia Belanda ialah untuk menunjukkan dalam tindak nyata, bahwa luar jawa selama masih kekurangan penduduk, harus dicadangkan sebagai kawasan pemukiman yang wajar dan mutlak perlu untuk Jawa yang luber. Dengan demikian harus disisihkan dari anggapan sebagai daerah yang secara potensial tersedia bagi kolonialisasi bangsa-bangsa Asia asing. Sampai pada kesimpulan bahwa migrasi secara keseluruhan merupakan gejala kapitalistis dan tidak sesuai dengan watak atau kebutuhan-kebutuhan masyrakat pertanian prakapitalis.Ikatan tradisional yang mengikat penduduk desa ke masyarakat dan tanahnya, menariknya kembali ___ kalaupun tidak dari berimigrasi, setidak-tidaknya dari pemukiman permanen di lain tempat. Kerifan Kong Hu Chu, bahwa “ seorang putra jangan mengadakan perjalanan-perjalanan jauh selama orang tuanya masih hidup”, memiliki makna yang lebih luas: dalam konsep hidup prakapitalis, para leluhur tidak meninggal, mereka tetap hidup untuk membimbing para keturunan.
Dalam bab ini hampir tidak dibuat khusus tentang migrasi buruh-buruh yang tidak terampil, apa yang disebut migrasi “kuli”. Meskipun gerakan sejenis ini melibatkan jumlah terbesar dari para migran.Satu-satunya bantuan migrasi pada “kuli” ialah, migrasi itu memberinya kesempatan untuk mendapat penghidupan ___ lain tidak.umumnya buruh migran tidak punya kesempatan untuk memapankan diri di luar perkebunan atau pabrik yang mengontraknya. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa migrasi buruh sejenis ini bahkan tidak mengurangi tekanan penduduk secara sementara, tetapi terutama menghisap untuk menfaat modal.
VIII
Pasar Tenaga Kerja
Pasar tenaga kerja hanya berkepentingan dengan sebagian penawaran tenaga kerja yang masuk ke pertukaran untuk mendapat balas jasa, biasanyaupah dalam bentuk uang.Rumah tangga desa menghindari pertukaran serta hubungan pengupahan tersebut. Pertama, dengan cara sebanyak mungkin memproduksi di dalam keluarga; dan ke dua, melalui lembaga saling menolong, untuk mendapat tenaga kerja sebagai imbalan suatu hak untuk bekerja. Jadi tidak timbul pernyataan tentang pertukaran, hanya tentang utang, dalam hal ini utang tanpa bunga.Orang Timur menganggap tidak ada yang bernilai tinggi daripada kedudukan sosialnya sebagai orang bebas. Pekerjaan “ketengan” (piece work) untuknya jauh berbeda dari kerja “kuli”, bahkan apabila tugas yang dikerjakannya sama, atau bahkan apabila kerjaan “ketengan” itu kurang mendatangkan hasil.
Karena menganggap keduanya sosialnyta lebih tinggi dari pada seorang upahan, petani tidak akan mengerjakan kerja upahan di dalam desanya sendiri, apabila ia masih mungkin menghindarinya. Apabila ia membutuhkan uang tunai, ia bersedia bekerja mencari upah di perkebunan Barat ___ kota ___ atau di lain tempat, selama kerja itu di luar desanya sendiri, dan dengan demikian di luar lingkungan sosial di mana ia hiduo. Sebagai akibat lanjut dari prinsip ini, muncul sejenis migrasi para buruh antarmasyarakat, apabila sumber-sumber pendapatan hanya tersedia dalam bentuk kerja upahan, mesing-masing mencari sember pendapatan, tetapi menghindari desanya sendiri.
Sebagai tambahan pada pilihan pada hubungan perburuhan yang menghormati kedudukannya sebagai manusia bebas, orang Asia memilih pekerjaan yang dapat dilakukan di rumah, atau setidak-tidaknya di lingkungan yang akrab.Kedua watak dualistis dari pasar tenaga kerja oriental nampak jelas pada pemunculan agen pancari buruh di pasar itu.Perantara ini mengisyaratkan adanya jarak, dalam artian ekonomi, antara para buruh upahan dengan majikan-majikan Barat mereka yang tidak dapat dijembatani dengan hubungan langsung. Terdapat pula jarak, dalam artian geografis yang harus dijembatani, karena sedemikian jauh para buruh adalah orang dusun yang tidak berpendidikan, tidak siap dan tidak mampu menanggung beban biaya dan resiko perjalanan ke kota, mencari serta menanti suatu pekerjaan.
Jarak antara buruh dengan industri perkotaan, dan bukan ketidakseimbangan antara permintaan dengan penawaran di pasar tenaga kerja, menjadi agen perantara pencari buruh diperlukan.Bahwa di sini kita berurusan dengan gejala khas ekonomi dualistis, jelas terlihat dari bertahannya skala upah di tingkat-tingkat rendah.Sebab merupakan gejala khusus, apabila industri membutuhkan para buruh, upah tidak naik; yang terjadi ialah, premi-premi istimewa diberikan kepada agen pencari buruh, dan jumlah mereka yang mengalami kenaikan.
Tokoh agen pencari buruh ada di semua negara oriental : di India, Hindia Belanda, Indocina dan Filipina, kita menjumpainya dengan tugas mendapatkan buruh untuk perkebunan-perkebunan maupun industri Barat. Dalam pembangunan industri Jepang, sekitar tahun 1923, terdapat periode dimana agen pencari buruh berjumlah lima puluh ribu orang. Di tahun 1937 jumlah mereka semuanya di perkirakan tidak lebih dari tiga atau emapat ratus orang. Merupakan ciri bahwa para agen ini menjaga hubungan yang erat dengan para kepala desa serta para guru – yaitu dengan dua cara pendekatan Barat ke rakyat desa.
Selain itu tidak dapat di sangkal bahwa jarak juga menciut. Jarak antara desa dengan pusat industri telah bisa di tempuh; sekarang di kemungkinkan untuk mendapat informasi, pertolongan, penginapan,dari kerabat atau orang-orang sedesa yang telah hidup di kota. Permintaan atas buruh yang ditarik dari desa menurun, penawaran naik.Dan di rumah, di desa, kesempatan mendapat upah juga menciut, khususnya untuk buruh-buruh wanita – bukan hanya karena indusri sampingan dan industri rumah pedesaan merosot, tetapi juga karena industri Barat menjadi semakin terpusatdan semakin berteknologi tinggi. Para gadis didorong ke pabrik-pabrik kota, dan tidak menunggu pikatan serta bantuan agen pencari buruh.
Semua wajah itu memberi fakor penguat rendahnya upah.Lengan-lengan pekerja yang ditarik dari desa bermutu rendah, tidak terpelajar, tidak trampil, pasrah dan tidak matang untuk organisasi buruh.Mereka memandang masa kerja indutri sebagai selingan dari kehidupan desa; dengan itu mereka memenuhi kewajiban membantu keluarga, orang tua mereka, selama beberapa tahun.Bagi kesehatan masyarakat, watak dualistisdari pasar tenaga kerja oriental ini, tidak dapat diragukan lagi sangat menyakitkan. Transisi dari desa ke kota, dari kerja pedesaan di udara terbuka, ke pekerjaan industri yang hiruk-pikuk dalam pabrik-pabrik yang pengap, dari kehidupan desa yang tenang tanpa kejutan ke kehidupan kota yang bergegas dan bergejolak, adalah terlampau cepat serta terlampau mutlak untuk ditanggung dengan tenang, tanpa derita batin. Secara spiritual, moral dan fisikal, individual dan sosial, langsung tadak langsung, rakyat desa menderita.
Dengan cara ini, pengikut sertaan Hawaii pada peraturan New Deal telah menuntun ke mekanisasi industri gula di sana, jauh lebih maju dari pada yang dilaksanakan di Jawa – untuk kerugian buruh Filipina yang tidak terampil, yang dikirim kembali ke negaranya. Bahkan peraturan perburuhan yang lunak seperti di Jepang, cukup merangsang pemilik pabrik untuk memperkenalkan proses yang lebih mekanis pada produksi mereka.
Kesimpulan ini yang paling penting.Strandar kehidupan yang rendah berubah menjadi faktor stabilisator.Tiap organisasi produksi harus menyesuaikan dirinya dengan faktor stabilisator ini.Akhirnya sekelumit kata-kata penutup tentang pasar untuk tenaga kerja intelektual di Asia Timur, pada kondisi-kondisi penggunaan tenaga kerja “kantoran” (white – collar). Hal ini, pertama, karena lapis atas Barat dalam masyarakat-masyarakat dualistis sangat tipis; kedua, karena penawarang dirangsang oleh tingakat gaji barat yang relatif tinggi; ketiga, karena persaingan yang harus diderita oleh penawaran dari tenaga-tenaga impor barat yang mengiringi penanaman modal asing; dan terakhir merupakan akibat lanjut dari para tuan tanah yang tinggal dari perkotaan, yang lebih di singgung sebelumnya. Sebab, siapa yang sanggup menyekolahkan anaknya ke sekolah Barat, kota. Tetapi hal ini berarti pengucilan dari kehidupan desa, penerimaan selera dan kaidah kota.
Sesungguhnya bidang penggunaan kemanpuan intelektual dalam pekerjaa-pekerjaan ekonomi langsung – perdagangan, pertanian, industri, kota pertambangan dan perhubungan – adalah amat sangat terbatas. Dengan demikian, terdapat minat yang terlampau dibesar-besarkan serta tidak sehat terhadap jabatan-jabatan bebas dan pegawai negeri, dan oleh karena itu juga terhadap pendidikan universitas. Seorang ekonom dia menyatakan, bahwa di tahun 1991 perbandingan kelas terdidik di Bengal – yang memiliki penduduk sebanding dengan Inggris – yang menyelesaikan pendidikan universitas, hampir sepuluh kali lipat dari Inggris.
IX
Industri
Masyarakat prakapitalis mengenal industri hanya sebagai industri rumah, suatu keluarga pedesaan membuat sesuatu untuk digunakan industri, dan sebagai kerajinan tangan desa.Kontak dengan kapitalisme telah menambahkan pada kedua sistem pemerasan (sweating system) dan bengkel (work shop) sebagai organisasi kapitalis awal.Di negara-negara oriental, industri-industri itu adalah Barat, baik asli maupun tiruan.
Secara berlahan, lain-lain kerajinan bertambah: pengempa minyak, penenun, tukang pijit, para pengerajin dari kerajinan yang telah lama terkungkung dalam lingkup produksi keluarga. Industrialis-industrialis desa apabila aneka jenis tukang ini boleh disebut demikian tidak dapat menjadi anggota penuh dari masyarakat desa, karena mereka kekurangan landasan swasembada, kekurangan kemungkinan mencukupi diri sendiri sepenuhnya, dan dengan demikian tidak dapat menempuh kehidupan mandiri yang sejati.Cara pembayaran jasa-jasa tradisional yang normal menurut ukuran mereka.Jasa-jasa tambahan mungkin dibayar dengan sedikit upah, baik dalam bentuk barang maupun uang tunai.Mereka diharapkan pula melaksanakan tugas-tugas khusus untuk desa secara keseluruhan, misalnya sebagai pengantar pesan, kurir, penunjuk jalan.Dilain pihak, mereka mendapat hak-hak istimewa yaitu sepetak tanah bebes dimana mereka membangun rumah, bebas menggunakan sumur dan tandon air, bebas menggunakan humus dari tanah-tanah desa.
Desa merupakan masyarakat sosial, bukan ekonomi. Dengan demikian kedudukan sosial kerajinan-kerajinan tangan desa diberi batasan dengan tepat, tetapi kondisi ekonomi kerajinan-kerajinan itu tidak. Dibawah pengaruh kapitalisme, lembaga kerajinan tangan desa merosot, disatu pihak kerajinan telah turun menjadi pekerjaan sampingan (sekunder) terkait dengan pertanian, perdagangan atau peminjaman uang dengan akibat bahwa penampilannya merosot dalam mutu maupun keluasan pemasaran. Bersamaan denagn kerajinan tangan desa, tetapi tidak berkaitan, adalah industri rumah pedesaan yang diorganisasikan dengan sistem “memeras keringat”(sweating system). Mungkin terdapat segelintir pelopor, penanaman modal kecil dan peniru cerdik yang mendapat ketenaran untuk hasil produksi mereka, yang meluas melampui batas-batas desa.Bagi produsen perorangan, ini tetap merupakan pekerjaan tambahan yang tidak dapat dikerjakan secara teratur maupun terus-menerus.
Sisi komersial penjualan hasil produksi dan pembelian bahan baku serta peralatan, tetap merupakan sumber kelemahan. Sejak saat itu kemampuan mendatangkan hasil dari industri disusutkan menjadi minimum, dan letak titik minimum ini sangat rendah. Disini terletak ruang yang memungkinkan bagi campurtangan pemerintah yaitu bantuan pembelian bahan baku, mendapatkan dan meningkatkan peralatan, menyempurnakan dan menstandarisasikan hasil produksi, kredit, organisasi penjualan, pengawasan mutu, penggalakn koprasi, ddan pembagian kerja. Dalam segala hal ini merupakan pekerjaan bermanfaat yang dapat diselenggarakan.
Tidak jarang industri desa bersifat sementara, akar industri yang tiba-tiba berkembang tetap lemah dan tidak stabil. Pengembalian modal besar yang ditanamkan mengharuskan perputaran secepat mungkin akan tetapi ini menyangkut bahwa modal itu harus digunakan sereguler dan seajeng mungkin, bukan hanya dalam waktu senggang yang disisihkan dari pekerjaan lain. Keseragaman mutu yang tidak dapat diabaikan dalam meraih pasar yang lebih luas, hanya mungkin dicapai dengan memusatkan produksi primer dan penyelesaiannya.
Bengkel merupakan bentuk tertinggi dari organisasi industri kapitalis awal yang masih mungkin dilakukan oleh masyarakat pedesaan prakapitalis.Karena itu industri barat merasuk makin lama semakin dalam kedalam masyarakat oriental dan menghancurkan organisasi-organisasi industri prakapitalis.Dengan jalan ini sejumlah besar tenaga kerja pedesaan menjadi sangat berlimpah, atau harus menggabungkan diri dengan barisan buruh pabrik perkotaan. Dijepang, bantuan pemerintah dan penyebaran tenaga motor listrik murah, bersama-sama membuka jalan untuk bentuk industri peralihan, dinamakan bengkel industri mekanis kecil. Tetapi industri-industri kecil ini segera kehilangan kemandirian mereka, serta kehilangan hubungan langsung dengan pasar-pasar impor untuk bahan baku yang mereka butuhkan serta pasar-pasar ekspor untuk hasil produksi mereka.
Dari semula ternyata semakin jelas bahwa proses industrialisasi yang sangat siap untuk dikembangkan sebagai alat pemecah masalah kependudukan, ternyata bukan hanya tidak mampu mencapai tujuan ini, tetapi sebaliknaya membuat masalah ini semakin tidak dapat dipecahkan.
Landasan tanah-tanah berpenduduk padat ialah pertanian skala kecil yang sangat padat karya.Pertanian bersekala kecil ini sangat kurang produktif, tetapi kekurangan kesempatan keinginan-keinginan memperluas tanah kosong yang tersedia.Sebagai akibat lanjut dari pertanian berskala kecil ini yang hanya bertujuan untuk swasembada sedikit sekali surplus yang tersisa.Masa ini kekurangan daya beli yang hakiki, dan tidak memiliki kesempatan untuk memperoleh itu dengan perluasan perdagangan mereka. Anggapan bahwa industri sendiri akan menemukan cara-cara yang dikehendaki mengingatkan seorang pada kenyataan Baron Miinchhausen bahwa ia membebaskan dirinya dan kudanya dari jebakan lumpur dengan menarik kucirnya sendiri.
X
Kebutuhan Atas Uang
Hampir seluruh rakyat Timur tergantung pada pertanian.Pertanian ini untuk mencukupi kebutuhan sendiri, pada prinsipnya tetap diluar sistem pertukaran, dan tidak diarahkan untuk menghasilkan uang dan keuntungan.Kesenjangan ini merupakan fokus dari aspek ekonomi dualisme.Menyebabkan situasi kekurangan uang yang permanen, dan mengekang penduduk pedesaan dengan beban utang yang semakin berat.
Walaupun produksinya telah mengalami sedikit kenaikan, petani jepang ternyata harus menjual 50 persen atau lebih hasil tahunannya pada saat dulu sekitar 10 persen.Ia mengetahui bahwa permintaan terhadap beras sangat tidak elastis, dari penjualannya ia hanya mendapat penghasilan sedikit, dan di akhir musim apabila cadangan berasnya yang sedikit telah habis ia harus membeli kembali sebagian dari itu dengan harga yang tinggi dan dengan uang yang sulit diperoleh.
Augusta de Wit memberikan gambaran yang penuh warna kontras dari keduanya, di kandangan (Kalimantan selatan) “apabial seorang datang kepasar, alun-alun seolah dibagi dua separuh untuk perdagangan eceran asli pribumi seperti di Jawa dan Bali makanan, obat-obatan, bunga, kelontong, perhiasan bagian ini dipenuhi oleh kerumunan wanita dan laki-laki yang berjalan santai, merokok daun kawung, makan kue dan minum sirop, tetapi separuh lapangan lain kawasan perdagangan partai besar kosong dibandingkan dengan pasar eceran yang menyesakkan hampir tidak ada orang. Tetapi setiap orang yang ada disana dengan buku catatan kecil dan tas uang dari kain, terselip diantara gerobak-gerobak sapi yang penuh dengan kopra mengadakan transaksi usaha sendirian sebanyak yang dilakukan oleh ratusan penjaja dan pembeli itu dan yang mengejutkan ialah hampir semua orang ini memakai kopiah haji.
Dipasar desa, para produsen sendiri merupakan pedagang meskipun tidak hadir secara teratur para wanita merupakan pedagang utama mereka masing-masing bertindak sebagai penjual dan pembeli dipasar yang sama semuanya anggota masyarakat yang sama atau tetangga dan kerabat, sebaliknya di pasar Barat pedagang profesional berkuasa tidak ada wanita yang datang kesana bahkan laki-laki desa jarang sekali mencoba kesana, apabila mungkin menghindarinya, mengunjunginya dengan enggan dan curiga.
Demikian dapat dimengerti bahwa dari panen gandum yang dijual dijadikan uang dua pertiga dijual ketengkulak meskipun dengan hanya penjualan yang lebih rendah.Tidak boleh pula dilupakan bahwa dalam banyak kejadian umumnya didesa kabupaten-kabupaten yang lebih miskin petani tidak mempunyai pilihan kemana, kapan, dan dijual pada harga berapa. Hanya sebagian kecil dari harga akhir yang jatuh kepihak produsen, umumnya tidak lebih dari 25 sampai 50 persen walaupun hasil produksi itu ditunjukkan untuk konsumsi daerah setempat yang tidak terlalu jauh.
Dari semula jelas bahwa pertanian perkerjaan utama di semua negara Asia Timur tidak sampai memberi petani dengan uang yang dibutuhkannya yang terus-menerus meningkat. Di jepang benar bahwa 21 persen dari mereka yang memiliki lapangan kerja, bekerja di industri (jadi separuh dari yang diperkerjakan di Belanda) tetapi di India nomor dua setelah Jepang dalam pertumbuhan industri di Asia angka ini tidak mencapai 4,5 persen dan di Jawa kurang dari 4 persen. Ini pula yang menjadi alasan mengapa pemerintah dalam kegiatan fiskalnya memusatkan perhatiannya pada petani yang menderita sebagai pembayar pajak, khususnya dinegara-nera bukan jajahan dimana para penguasa lebih tanpa ampun menerapkan prinsip bahwa petani diatas segalanya. Hal ini ditambah kenyataan bahwa hanya sebagian dari pendapatan pajak yang sampai dijawatan pajak bahwa di negara seperti Cina pemungutan pajak bahkan harus diserahkan kepihak lain. Untuk monopoli pengumpulan satu atau beberapa macam pajak, biasanya dibentuk suatu perusahaan penagih atau pemungut lengkap dengan para inspektur dan detektif yang bersenjata.
Demikianlah tumpukan daftar faktor yang menjelaskan kebutuhan petani atas uang yang abadi, dalam keputusasaannya dan ketidak tahuan tentang persyaratan-persyaratan Barat, ia memperburuk keadaan dengan mengubah-ubah hasil produksinya yang dibawa kepasar. Kebutuhan ini mendesakkannya ke dalam pelukan tukang kredit atau lebih tepatnya kepada siapapun yang bersedia dan dapat memberinya kredit, namun tukang kredit ditempat pertama, karena dalam usaha meminjam ini ia berfikiran paling tajam dan hampir dengan mudah dapat memastikan kebutuhan-kebutuhan kedit tertentu serta kemampuan mengembalikan dari peminjam. Usaha meminjam uang sendiri buka tidak menghasilkan, bila ia semata-mata hanya tukang kredit biasanya ia menginginkan bunga dan pokok dibayar dengan uang tunai khususnya bunga, dan bunga ini berfluktuasi sekitar 3 persen setiap bulannya. Kedudukannya diperkuat dengan pengenalan pemerintahan langsung cara Barat beserta hukum tertulis serta peradilan Barat, melemahnya solidaritas desa dan penguatan penguasa pusat cara barat (kepolisian dan pamong praja) dan tentu saja dengan kebutuhan uang yang berkembang dipihak penduduk pedesaan.
Tukang kredit adalah tokoh yang dapat ditemui di setiap desa oriental. Dibanding penderitaan pihak-pihak lain, pemiskinan pedesaan kurang menyakitinya selama ia memperoleh jaminan nyata untuk peminjamannya, kebutuhan uang yang berkembang memperluas usahanya. Depresi ekonomi pada akhir tahun dua puluhan dan tiga puluhan, telah membimbingnya untuk menaikkan tingkat bunga yang dimintanya, karena risiko dan upaya yang dibutuhkan untuk mengumpulkan bagiannya telah berkembang, jumlah uang yang tak terbayar naik, dan ukuran kemampuan meminjam perorangan semakin menurun. Petani melihatnya sebagai seorang “pejabat dinas sosial”, tunggul dalam kisaran air, dan pandu yang tidak dapat ditinggalkan dalam melewati labyrinth perekonomian uang. Tidak ada organisasi kredit yang dapat menggantikannya, gerakan koperasi kredit paling hanya menggamit permukaan usahanya.
Namun salah apabila menganggap para peminjam pedesaan sebagai korban dari gerombolan pemakan riba. Hal ini merupakan pertanyaan dimana meletakkan garis pemisah, antara kompensasi yang dibenarkan nalar untuk jasa yang diberikan, dengan riba, dan jelas tidak akan adil untuk mencap para tukang kredit sebagai kelas pemakan riba. Tetapi masih pula tidak adil untuk melukiskan para peminjam sebagai kawanan korban tidak berdosa, karena mereka terlampau gemar meminjam.Komisi kerajaan yang disebut diatas menyatakan bahwa rakyat India sangat terbiasa dengan keadaan berutang, mengambil kebiasaan itu dari bapak-bapak mereka dan meneruskannya ke anak-anak mereka, sehingga mereka menerima keadaan berutang sebagai suatu keadaan hidup yang wajar.Keadaan berutang sering merupakan pertanda kekayaan maupun kebutuhan atas uang, anggota-anggota masyarakat desa yang paling kaya memiliki utang yang terbanyak.
Merupakan ciri untuk hal ini ialah penyebaran rumah gadai yang sangat luas, baik di Cina maupun Hindia Belanda sebagai bentuk kredituntuk penduduk desa. Kredit pegadaian khusus cocok untuk masyarakat dualistis: tidak pribadi, menyeluruh, tidak ingin mengetahui apapun tentang keadaan si peminjam, benar-benar pasif, menunggunya di belakang dinding bertirai besi dari rumah gadai. Bagi peminjam, rumah gadai memberi kesempatan untuk mengambil jumlah kecil tanpa mengalami pemeriksaan sebelumnya, dan ini berlangsung setiap saat. Bahwa bunganya tinggi tidak merugikannya, karena ia terbiasa dengan itu dan menganggapnya serasi, sebab peminjaman sedikit dan jangka pembayaran kembali pendek.
Merupakan ciri pula, ialah perkumpulan arisan (credit club). Menyebar paling luas di Cina dan Jepang, tetapi dapat dijumpai di seluruh negara oriental, dimana perkumpulan itu dikenal dengan berbagai nama khusus, dan dianggap sebagai lembaga khas pribumi. Beginilah cara berlangsung: X membutuhkan beras atau uang, tidak hanya meminta pinjaman pada para tetangga atau kerabatnya (ia akan melakukan itu pula, dan itu merupakan satu dari bentuk kredit tanpa bunga yang masih berlangsung di desa) tetapi mencoba membentuk arisan. Apabila ia berhasil, sejumlah kerabat dan teman akan ikut serta dan secara berkala bergabung untuk membayar sejumlah tertentu pada salah satu dari peserta sampai semua mendapat giliran. Ragam organisasi arisan semacam ini tidak terhitung.Acapkali cerdik sekali dalam mengkombinasikan judi dengan bagian kredit. Semua memiliki penampilan yang sama, yaitu bahwa perkumpulan itu dibuat untuk berkumpul bersama. Dengan jalan ini pada saat yang sama para anggota bergembira karena mendapat kebutuhan kredit mereka, karena berjudi dan karena bertemu dengan orang lain. Perkumpulan-perkumpulan seperti itu memberikan kredit dalam bentuk uang tunai, barang dan tenaga kerja.
XI
Kemiskinan dan Mengatasinya
Penting untuk menyadari sejelas-jelasnya makna angka-angka yang diberikan dalam bab-bab sebelumnya tentang kepadatan penduduk dan tentang fragmentasi pemilikan tanah.Sebuah keluarga teerdiri dari empat sampai enam orang, harus hidup dari output kurang dari satu hektar, paling bagus hanya separuhnya yang mendapat irigasi. Pada dirinya, keadaan itu cukup buruk, namun lebih lanjut, keluarga itu harus menyerahkan setengah hasil itu kepada tuan tanah, apabila mereka penyewa, barangkali 20 persen untuk pajak, apabila mereka pemilik, sepuluh atau beberapa kali sepuluh persen untuk pembayaran utang, tidak dibicarakan tentang biaya pemakaian ternak dan biaya-biaya produksi lainnya. hanya satu kesimpulan yang mungkin: keluarga tersebut hidup dalam kemiskinan yang getir dan menyakitkan.
John Embree menggambarkan desa di Jepang Selatan dengan ciri-ciri sebagai berikut: jalan-jalan sempit, tidak ada pohon yang tersisa di dataran, tanpa suara gembira setelah panen, tanah-tanah gundul di hutan-hutan pegunungan, tidak ada anjing, tidak ada ternak. Gambaran lain: antara tahun 1883 hingga 1890 waktu penduduk Jepang sepertiga dari jumlah sekarang (1948), hampir 360.000 orang petani kecil terlibat dalam penjualan paksa dari tanah mereka untuk memenuhi kewajiban keuangan berupa pajak tanah. Kewajiban keuangan yang menjuruskan ke keputusan ini berjumlah 114.178 yen, yaitu 31 yen setiap petani.Nilai milik mereka yang dijual karena keputusan pengadilan itu berjumlah dua puluh tujuh kali kewajiban keuangan yang tiba jatuh temponya.
Aiyar dalam sebuah monografi desa di Malabar ( Barat daya Madras), diterbitkan pada tahun 1924, menggambarkan anggaran tahunan terdiri dari tiga pokok saja: 84 persen untuk makanan, 13 persen untuk pakaian, dan 3 persen untuk biaya pemeliharaan rumah. Ia sampai pada kesimpulan bahwa tanpa memperhitungkan bunga pinjaman, terdapat rata-rata defisit 1 persen, tetapi apabila bunga dimasukkan, defisit 8 persen, dan 110 dari sejumlah 170 keluarga tidak mencapai standart hidup minimum.
Hukum Engel berlaku dengan baik untuk keluarga-keluarga perayaan yang biasanya mengakhiri setiap bentuk kegiatan komunal ditinggalkan.Dengan jalan ini, kegairahan, kegiatan kemasyarakatan, adalah unsur yang paling menunjukkan kepribadian hilang dari kehidupan desa. Kepentingan orang desa ditarik ke hal-hal ekonomis menuju kepentingan pribadi dan keuntungan meskipun dengan mengorbankan teman-temannya, ia menjadi bertabiah rendah, ingin untung, dan karena pendapat umum di desa kehilangan kendali pengarahan padanya, nuraninya tidak terganggu sewaktu ia melihat kesempatan untuk mengangkat dirinya sendiri dengan memainkan tipuan kotor pada kerabat desanya. Semua perubahan dalam kehidupan desa ini disengaja atau tidak disengaja terbukti menghancurkan petani, karena hanya sedikit sekali yang dapat dicapai di bidang ekonomi. Dan dengan demikian, penghancuran apa yang pernah bernilai dalam hidupnya selalu berhadapan dengan rehabilitasi.
Pemerintah-pemerintah di seluruh negara itu mengakui kenaikan kemiskinan dan tekanan penduduk, kebutuhan uang yang pesat, mereka mencoba memerangi gejala ini dengan alat-alat ekonomi.Dana-dana disediakan, para tukang kredit diusir, hukum diciptakan untuk melindungi peminjam dan pemilik tanah sempit, pagadaian dan bank-bank kredit lain didirikan, transmigrasi dan koperasi digalakkan.Tetapi itu tetap pergulatan melawan gejala-gejala penyakit, akar kejahatan tetap tak tersentuh.Akar ini menancap kuat dan tersembunyi rapi dalam kenyataan bahwa masyarakat prakapitalis didorong semakin maju ke perekonomian pertukaran yang tidak cocok untuknya dan tidak dapat dikuasainya.
Adalah keharusan untuk mengakui, bahwa watak dualistis dari negara-negara oriental yang berpendudukan padat adalah tidak dapat diubah, dan bahwa perekonomian swasembada menghilang dari massa pedesaan. Sekali pandangan ini diterima, akan terlihat bahwa massa harus dibebani dengan kebutuhan uang. Dalam bab pertama telah diterangkan bahwa dalam konsepsi kehidupan prakapitalistis, pertimbangan-pertimbangan ekonomis adalah sekunder, tunduk pada etika dan agama, dan hanya pada konsepsi kapitalistis ekonomi menjadi berdaulat. Apabila untuk negara oriental hal ini benar, merupakan kesalahan untuk menempatkan penekanan pada tindakan-tindakan ekonomi dalam kebijakan kesejahteraan. Suatu kebijakan pemerintah yang berwatak demikian akan dikutuk untuk memperburuk bukan sekadar mandul: dengan berkedok mengangkat harkat pembangunandan kemajuan, suatu kebijakan ekonomi yang murni di dalam negara-negara ini, faktanya adalah mengacaukan, merusak dan membingungkan.
Apakah hal ini mengisyaratkan negara-negara yang bersangkutan dan semua kebijakan ekonomi dikutuk untuk tetap mandul?Tidak semuanya, apabila membuat pembedaan yang tajam. Pertama, antara khalayak dan perorangan, dan kedua, antara daerah-daerah kelebihan penduduk, dimana umumnya pertanian tradisional pada tanah-tanah permanen, dengan distrik-distrik yang berpendudukan jarang, dimana perbandingan antara tanah penggarapnya masih menguntungkan, dan sebagai akibat lanjutnya, kesempatan untuk pembudidayaan ekstensif, memproduksi secara murah, dengan pengeluaran sedikit, masih terbuka. Di negara-negara Timur, distrik-distrik yang disebut belakangan pada saat ii kuang penting.Dalam uraian buku ini mereka ditempatkan di latar belakang untuk menjaga keseragaman spekulasi. Namun, diyakini bahwa keadaan ini akan terbukti menjadi kondisi nyata yang pokok untuk pembangunan agraria, dan akan menyodorkan kegiatan yang subur untuk suatu kebijakan kesejahteraan nasional yang sejati. Setidaknya apabila ditambah dengan dipenuhinya kondisi pribadi dan semangat Barat untuk maju serta pengejaran kekayaan dibangkitkan secara efektif. Apabila hal ini berhasil, distrik-distrik yang dipertanyakan akan maju ke depan secara ekonomis, dan sedemikian jauh, akan mengguncangkan sifat dualistis mereka yang semula.
Kebijakan ekonomi ini tidak akan demokratis. Sebaliknya, ia akan dibebani oleh watak kapitalistis yang nyata. Tetapi ia akan terbukti nasionalistis sejati, bila kebijakan itu terutama dibimbing oleh kepentingan nasional. Dalam kata lain, itu akan merupakan kebijakan dari segelintir orang, namun yang mungkin baik untuk orang banyak, apabila teriakan berdikari diberi suatu penekanan ekonomi. Ia harus merupakan suatu kebijakan yang teguh dan berpegang pada kebenaran dan kekuatan yang oleh Goethe dianggap sebagai kebijaksanaan tertinggi: “Hanya ia yang mencarinya setiap hari berhak mendapat kebebasan dan kehidupan”.
MuseumAyam situs bandar sabung ayam Terpercaya & Terpopuler Indonesia Dengan Minimal Taruhan Hanya 10ribu saja. Menyedikan Juga Berbagai Permainan Terpopuler Lainnya Seperti Taruhan Sepak Bola, Live Casino, Poker, Bola Tangkas, Togel SGP,HK,SDY, Tembak Ikan Online, Slot Games, Dan Masih Banyak Lainnya. Proses Cepat Berapapun Kami Bayar Terpercaya
ReplyDeletePROMO MUSEUMAYAM SITUS JUDI ONLINE TERPERCAYA !
* BONUS 10% KHUSUS MEMBER BARU SABUNG AYAM ONLINE
* BONUS WIN BERUNTUN SABUNG AYAM ONLINE ( S128, SV388 )
* BONUS 7x LOSE BERUNTUN SABUNG AYAM ONLINE ( S128, SV388 )
* BONUS 5% DEPOSIT SETIAP HARI SABUNG AYAM ONLINE
* BONUS CASHBACK SABUNG AYAM ONLINE UP TO 10%
* BONUS REFERAL PERMAINAN SABUNG AYAM ONLINE 5%
Daftar Sbobet88
Menyediakan berbagai layahnan deposit terlengkap
* Semua Bank Lokal Indonesia
* Pulsa
* OVO
* Gopay
* Dana
* Linkaja
Contact Resmi MuseumAyam
WA : +6282267932581
LINE : museumpoker
Telegram : +6282267932581