Kaum Tani dan Masalah – Masalah Mereka
(Resume)
Masyarakat desa tentunya sudah tidak asing lagi dengan pertanian dimana sistem pertanian juga mencakup hubungan antara masyarakat desa (khususnya petani) dan tanah. Untuk masyarakat desa, terutama di desa-desa (dominan) pertanian, tanah pertanian sangat penting artinya bagi kehidupan mereka. Hubungan antara manusia dan tanah ini mencakup sejumlah bentuk dan sifat hubungan. Yang penting adalah pembagian dan penggunaan tanah (land division and land use), pemilikan berbagai bentuk penguasaan tanah (land tenure), dan termasuk luas-sempitnya penguasaan tanah (zise of land holding). Pembahasan aspek ini akan mencakup masalah pemilikan (hak milik), penguasaan (hak guna, mencakup persewaan, pergadaian, dan penyakupan atau sistem bagi hasil), land reform, dan lainnya.
Demikian pula yang menjadi bahan persentasi dimana para petani mmpunyai beberapa masalah yang tentunya juga sangat dominan dialami oleh para petani. Kemudian rumusan masalah yang muncul antara lain:
1. Bagaimana relasi yang terbentuk antara desa petani dan kota?
2. Bagaimana posisi petani didalam masyarakat?
3. Apa saja masalah – masalah petani?
Dari 3 (tiga) rumusan masalah di atas dapat kita tarik suatu pembahasan dimana yang pertama merupakan sebuah bentuk relasi antara petani desa dan kota. Relasi antara desa dengan kota terbangun karena saling membutuhkan. Kota tergantung pada dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan bahan pangan seperti beras sayur mayur , daging dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi bagi jenis-jenis pekerjaan tertentu dikota. Misalnya saja buruh bangunan dalam proyek-proyek perumahan. Proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja pekerja musiman. Pada saat musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan dibidang pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka merantau ke kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia. Jadi dengan adanya suatu relasi antara desa dan kota akan juga mempengaruhi terhadap jarak ketimpangan para petani desa dengan penduduk kota. Tidak jauh dari hal tersebut ada berapa permasalahan intern yang terjadi di dalam pertanian, yaitu bagaimana memposisikan petani dalam masyarakat.
Di jaman yang sudah serba modern ini posisi petani menjadi semakin terpinggirkan. Hal ini dimulai saat revolusi industri yang menciptakan mesin – mesin dan menggantikan peran manusia. Dan cara kerjanya pun menjadi lebih efisien dan menghasilkan banyak barang dalam waktu singkat. Hal ini yang membuat petani menjadi terpinggirkan dan tidak berguna lagi secara ekonomi serta memperburuk kehidupan kaum tani. Akan tetapi ketika kita lebih jauh melihat peran dari petani ketika ada mesin-mesin untuk menggantikan peran manusianya hanyalah cukup dengan memperdalam pengetahuan tentang bagaimana cara mengoperasikan mesin-mesin tersebut dan ketika hal itu sudah dilakukan maka tidak akan mungkin para petani akan mengalami peningkatan mutu kehidupan serta kesejahteraan mereka.
Yang terakhir yaitu masalah petani yang sering kita jumpai disekitar kita yaitu bagaimana para petani mengalami delima. kendati posisi petani yang semakin terpinggirkan, membuat profesi sebagai petani menjadi semakin ditinggalkan dan berkurangnya generasi penerusnnya. Hal ini semakin membuat posisi petani menjadi semakin terpuruk, begitu juga yang dialami petani Indonesia. Perjalanan pembangunan pertanian Indonesia hingga saat ini masih belum dapat menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat dari tingkat kesejahteraan petani dan kontribusinya pada pendapatan nasional. Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap penting dari keseluruhan pembangunan nasional. Ada beberapa hal yang mendasari mengapa pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan penting, antara lain: potensi Sumber Daya Alam yang besar dan beragam, pangsa terhadap pendapatan nasional yang cukup besar, besarnya pangsa terhadap ekspor nasional, besarnya penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini, perannya dalam penyediaan pangan masyarakat dan menjadi basis pertumbuhan di pedesaan. Potensi pertanian Indonesia yang besar namun pada kenyataannya sampai saat ini sebagian besar dari petani kita masih banyak yang termasuk golongan miskin. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah pada masa lalu bukan saja kurang memberdayakan petani tetapi juga terhadap sektor pertanian keseluruhan. Dengan persoalan yang dialami oleh petani Indonesia pada jaman dulu dapat kita tarik kesimpulan bahwa petani masih delima dalam hal bertani karna kurangnya pemberdayaan pemerintah serta kurangnya sentuhan dari pihak-pihak yang terkait terhadap para petani itu sendiri yang pada akhirnya mengakibatkan ketimpangan dan ketertinggalan petani Indonesia dan oleh karena itu hal yang paling dirasakan para petani yaitu dilema.
Aspek-Aspek Ekonomi Petani (Ekonomi Petani Pedesaan)
Jika kita berbicara mengenai bagaimana ekonomi petani pedesaan ada tiga bagian persoalan yang akan dimunculkan yaitu pertama adalah sistem tertpenting untuk memperoleh makanan dan keuntungan dari tanah petani yang mereka miliki, kedua bagaimana cara-cara petani untuk mendapatkan barang dan jasa yang tidak mereka hasilkan sendiri, dan yang ketiga berkaitan dengan antara kaum tani dan mereka yang memperoleh nafkah hidup dari kegiatan-kegiatan petani itu sendiri.
Namun sejauh dari persentasi, ada 3 (tiga) rumusan masalah yang dimunculkan antara lain:
1. Bagaimana Ekotipe-Ekotipe Yang Terjadi Dalam Masyarakat Petani?
2. Apa yang disebut pertanian hidrolik?
3. Bagaimana Sistem Padi-Padian Eurasia Dalam Masyarakat Petani?
Dari tiga rumusan masalah di atas dapat kita ambil kesimpulan dengan terlebih dahulu mengetahui begaimana ekotipe-ekotipe yang ada dalam masyarkat pertanian. Kriteria utama mengenai ekotipe-ekotipe petani paleoteknik itu sendiri adalah tingkat penggunaan sebidang tanah tertentu dalam perjalan waktu. Perbedaan pokok anatara ekotipe-ekotipe itu dapat dinyatakan berdasarkan luas tanah yang digunakan. Dengan demikian bagaimana para petani dapat menggunakan tanah dengan sebaik-baiknya dan akan lebih baik jika petani mampu menjadikan sebidang tanah dengan penghasilan yang baik dalam jangka waktu yang sempit pula.
Ada beberpa bentuk-bentuk ekotipe paleoteknik yang utama antara lain :
1. Sistem dimana tanah yang sudah tandus dibiarakan nganggur untk jangka waktu lama(long-tern fallowing system), yang dikaitkan dengan pembakaran hutan untuk membuka tanah dan bercocok tanam dengan menggunakan tajak atau cangkul. Sistem itu dinamakan swidden system.
2. Sistem tanah sebagian (sectorial fallowing system), dimana tanah yang dapat ditanami dibagi menjadi dua sector atau lebih, yang ditanami selama dua tahun lalu dibiarkan kosong selama tiga atau empat tahun. Sistem ini sering kali dijumapai di Afrika Barat dan pegunungan Meksiko.
3. Sistem tanam bergilir dengan siklus singkat (short tern fallowing system), dimna lahan ditanami selama satu atau sampai dua tahun lalu dibiarkan kosong selama satu tahun sebelum ditanami kembali.
4. Sistem tanam permanen (permanent cultivation), yang mana berkaitan dengan teknik-teknik untuk menjamin adanya penyediaan air yang permanen bagi tanaman yang sedang tumbuh . Sistem itu dinamakan sisitem hidrolik oleh katrena ketergantunganya kepada pembangunan sarana-sarana pengairan.
Dari beberapa ekotipe-ekotipe paleoteknik diatas sebenarnya kita dapat mengambil kesimpulan beserta opini seharusnya para petani sudah mampu mengelola tanahnya dengan baik dan nantinya juga dapat memperoleh hasil yang maksimal pula, karena dengan adanya ekotipe-ekotipe diatas petani sudah bisa membedakan mana yang cocok dan tidak untuk mereka jadikan patokan untuk bertani.
Selain ekotipe diatas ada juga petani hidrolik. Pertanian hidrolik adalah untuk menggambarkan pertanian irigasi skala besar yang membutuhkan kerjasama skala besar, dan menurut dia, menawarkan kesempatan bagi penindasan atau dengan kata lain digunakan dalam hal yang yang mengancam, seperti pada waktu kemarau. Pertanian hidrolik memberikan landasan yang kokoh bagi suat masyarakat petani pedesaan. Sementara sistem-sistem perhumaan dapat dijumpai dibanyak lingkungan berbeda, pertanian hidrolik terbatas pada daerah-daerah kering yang mempunyai curah hujan kurang dari 10 inchi/tahun dan pada daerah tropis di mana para penduduk telah membersihkan tanah aluvial dari vegetasi aslinya yang lebat dan menanaminya dengan tanaman yang memerlukan banyak air seperti padi. Petani hidrolik ini mungkin cocok untuk para petani yang notabennya hidup di daerah sawah yang irigasi dan kelembapan tanahnya sudah terjamin.
Beda dari pembahasan mengenai tipe petani diatas, yang terakhir ini membahas mengenai sistem padi-padian eurasia dalam masyarakat petani. kita telah melihat bahwa ekotipe ini terutama dikaitkan dengan produksi padi-padian. Hewan-hewan kerja yang besar menarik bajak dan guru, hewan-hewan itu juga menghasilkan pupuk untuk ladang dan membantu dalam penebahan. Selain itu mereka menghasilkan daging dan susu, kulit dan wortel dan dapat ditunggangi atau digunakan untuk menarik gerobak atau becak. Penggunaan hewan-hewan peliharaan yang besar seperti sapi jantan atau kuda dalam pertanian sangat memperbesar energi mekanis yang tersedia bagi mereka yang dapat memasang hewan-hewan itu pada bajak atau peralatan lainnya. Dalam hal ini sapi jantan dan kuda berfungsi sebagai mesin organik. Konsekuensinya adalah bahwa manusia dapat menundukkan daerah-daerah yang lebih luas dan tentunya juga harus dengan pertimbangan yang lebih matang, tentang bagaimana menjalankan proses tersebut dengan tepat guna.
0 comments:
Post a Comment